Hasil Analisis Data Pengukuran Stunting  Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tahun 2021

by -473 views

ADVERTORIAL- Stunting adalah gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 (dua) tahun. Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan seharusnya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan.

 

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita.. Penanggulangan stunting memerlukan intervensi yang holistik dan terintegrasi antara yang spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik berperan sebesar 30%  dalam penanggulangan stunting langsung kepada kelompok sasaran kasus, lebih kepada intervensi yang dilakukan melalui tatalaksana penanganan kasus stunting dengan menitikberatkan pada pencegahannya bukan lagi proses pengobatan untuk mengatasi permasalahan kesehatan  dan lingkungan kesehatan yang mendukung. Sedangkan intervensi sensitif berperan 70% dalam keberhasilan penanggulangan stunting, lebih banyak melibatkan peran lintas sektor dan lembaga swasta dalam mengatasi faktor-faktor penyebab masalah stunting. Pada Tahun 2020, Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan telah mengadakan Rembuk Stunting dengan menetapkan 32 lokus desa untuk intervensi spesifik dan sensitif pada lokus tersebut.

 

Berdasarkan  sebaran prevalensi stunting menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase balita Stunting di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, dimana pada Tahun 2020 sebanyak 14.74 % turun menjadi 6.50% di tahun 2021.

 

Upaya-upaya penanganan stunting terus dilakukan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dengan melakukan Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor dalam Penurunan Stunting melalui perbaikan gizi di masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) melalui pemberian MT – Bumil sekaligus melakukan pendampingan terhadap ibu hamil beresiko, serta dilakukan perubahan menu PMT Posyandu yang di anggarkan langsung melalui Anggaran Desa. Orientasi dan Konseling ASI, Peningkatan SDM Tenaga Kesehatan dan Kader Puskesmas dalam Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA), Pelatihan Tata Laksana Gizi Buruk Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas, Pemberian MT – Balita dan Vitamin,  Program Penyehatan Lingkungan, Program Promosi Kesehatan, Sosialisasi Stunting dan Pencegahannya di wilayah kecamatan bekerja sama dengan BPMD

 

Kegiatan penunjang lainnya juga telah  dilakukan oleh  Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan  yaitu melalui kegiatan  inovasi Puskemas seperti :  Moment Bumil, Bufas dan Anak (Monitoring Movement Gerakan Pemantau Bumil, Bufas dan Anak Balita (Puskesmas Molibagu).

 

GRAFIK Prevalensi Stunting di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tahun 2017-2021

Dari hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan pada tahun 2017 menunjukkan prevalensi balita stunting di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan sebesar 51%,  tahun 2018 terjadi penurunan menjadi 33.8%  (Riskesdas), selanjutnya turun lagi 15,66% pada tahun 2019,  14,74 % di tahun 2020, dan 6.50% pada tahun 2021 (sumber ePPGBM).  Prevalensi tersebut jika dibandingkan dengan standar WHO sudah dibawah standar (20%), walaupun bukan termasuk kategori tinggi jika dibandingkan dengan  target nasional percepatan penurunan prevalensi stunting pada tahun 2024 menjadi 14%,  tetapi Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan tetap berkomitmen untuk melakukan berbagai upaya mengejar penurunan prevalensi stunting dengan kerja dengan lebih optimal. 

 

Grafik Prevalensi Stunting di Kabupaten  Berdasarkan Umur ( 0-23 Bulan dan 23-59 Bulan)

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tahun  2021

 Grafik di atas menggambarkan hasil  Pemantauan Pertumbuhan dan Pengukuran yang dilakukan pada bulan Agustus di 81 (delapan puluh satu) desa dengan sasaran rill baliita yang di ukur/timbang sebanyak 5370 balita.  Kemudian di lakukan entry pengukuran pada e_PPGBM sebanyak 4799 balita (80% dari sasaran), dengan  perincian usia 0-23 bulan sebanyak 2120 dengan jumlah stunting 108 (5.09%)  dan usia 23 – 59 bulan sebanyak 2679 dengan jumlah stunting 204 (7.61%). Untuk jumlah balita yang tidak di entry sebanyak 571 balita (11%) dengan keterangan lulus usia balita, pindah ke luar wilayah (sementara dilakukan validasi sekaligus penghapusan) dan pada saat pelaksanaan kegiatan posyandu dan sudah beberapa kali di lakukan sweeping tidak berada di tempat.

 

 

 

GRAFIK

Perkembangan Sebaran Prevalensi Stunting Pada Desa Lokasi Fokus Tahun 2020-2021

 

Dari grafik di bawah ini  terlihat  bahwa sebaran prevalensi stunting  di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, dari 32 (tiga puluh dua) desa Lokasi Fokus Stunting tahun 2020, ada 22 (dua puluh dua) desa mengalami penurunan prevalensi stunting sedangkan 10 (sepuluh) desa lainnya terjadi kenaikan prevalensi stunting  pada tahun 2021.

 

Dari hasil survey lapangan yamg dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten melalui Bidang Kesmas bersama TPG Puskesmas, enumerator  dan kader pada pelaksanaan kegiatan puldat SSGBI, bertujuan untuk dapat mengetahui secara langsung kondisi keluarga yang memiliki balta stunting, faktor penyebab langsung  sehinnga  balita menjadi stunting. Dari beberapa wilayah yang dikunjungi diketahui bahwa sebagian besar balita stunting berasal dari keluarga dengan tingkatan ekonomi menengah ke bawah, tanpa pekerjaan tetap, kondisi lingkungan tempat tinggal kotor serta di huni oleh atau lebih dari 1 (sartu) keluarga, riwayat kehamilan dan melahirkan ibu masih remaja,  ibu balita dulunya merupakan ibu hamil KEK serta orang tua perokok.  Factor penyebab lainnya yaitu kebiasaan turun temurun dalam keluarga yang terlalu cepat memberikan makanan pendamping ASI dengan alasan ASI sedikit sehingga bayi sering menangis karena lapar. Pola asuh yang kurang baik, dimana orang tua selalu menganggap bahwa makanan ringan atau snack  merupakan jalan terakhir jika balita tidak mau makan, padahal makanan tersebut dilihat dari segi kesehatan tidak baik untuk dikonsumsi balita. Tidak terpenuhinya asupan makanan baik jumlah dan kandungan zat gizinya sehingga memgakibatkan kondisi bayi/balita menjadi rentan terkena penyakit dan beresiko stunting.

 

Rendahnya asupan makanan tinggi protein dan kalori  serta  penerapan pola pemberian makan balita yang tidak sesuai standar karena rendahnya tingkat pengetahuan ibu balita terhadap makanan bergizi. Ketersediaan air bersih dan jamban yang belum memadai ikut mempengaruhi perilaku hidup yang tidak sehat dalam tatanan Rumah tangga sehingga balita  rentan dengan masalah gizi, penyakit infeksi dan penyerta lainnya. Berdasarkan hal tersebut di atas perlu sehingga perlu dilakukan evaluasi kembali optimalisasi, efektifitas  dan hasil implementasi dari semua pelaksanaan kegiatan program masing-masing  lintas sector dan lintas program yang ada di pemerintahan kabupaten maupun desa, apakah pelaksanaan kegiatan-kegiatan di lapangan yang telah dilaksanakan sudah tepat sasaran;  apakah tingkat keberhasilan pelaksanaan program kegiatan di lapangan memiliki pengaruh dalam tatanan rumah tangga; apakah program kegiatan yang dilaksakan sudah menjawab permasalahan dilapangan. Perlu adanya penekanan kembali terhadap komitmen bersama dalam pelaksanaan kegiatan dilapangan harus terkonvergensi dan secara bersama oleh semua pihak terkait untuk menuntaskan permasalahan stunting di Kabupaten.

 

Prevalensi Stunting di Kecamatan

Dari grafik dibawah ini menggambarkan terjadinya kenaikan prevalensi stunting di Kecamatan dan tertinggi di Kecamatan Bolaang Uki 12.06%  dan terendah di Kecamatan Tomini 1.65%. Dari 7 (tujuh) Kecamatan hanya 2 (dua) kecamatan yang mengalami penurunan stunting (sumber ePPGBM)

 

Grafik Prevalensi Stunting Per Kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tahun 2020-2021

 

Gambaran Kondisi Stunting Kecamatan Bolaang Uki

Berdasarkan grafik dibawah ini, dapat di lihat gambarkan kondisi prevalensi stunting di Kecamatan Bolaang Uki mengalami peningkatan secara signifikan sebesar 12.56% lebih tinggi dari tahun sebelumnya, diketahui  dari 17 desa hanya 1 (satu) desa mengalami penurunan prevalensi stunting yaitu Desa Tolondadu I dan merupakan desa lokus . Sedangkan 16 (enam belas) Desa yaitu Desa Lokus Molibagu, Desa Tangaggah, Desa Lokus Dudepo, Desa Pinolantungan, Desa Salongo, Desa Soguo, Desa Toluaya, Desa Popodu, Desa Sondana, Desa Tolondadu II, Desa Tolondadu, Desa Tabilaa, Desa Pintadia, Desa Salongo Timur, Desa Salongo Barat dan Desa Dudepo Barat mengalami kenaikan, serta 3 (tiga) Desa lainnya mengalami penigkatan prevalensi stunting tertinggi ( (Sumber e PPGBM).

 

Gambaran Kondisi Stunting Kecamatan Posigadan

Secara umum, prevalensi stunting di Kecamatan Posigadan mengalami kenaikan dari tahun sbelumnya yaitu 4.82% tahun 2020 menjadi 4.79% di tahun 2021. Dari 16 (enam belas) Desa, terdapat 7 (tujuh) desa mengalami kenaikan prevalensi stunting, 6 ((enam) desa mengalami penurunan stunting ditahun 2021. Dari 4 (empat) desa lokus da di Kecamatan Posigadan, ada  3 (tiga) desa yang mengalami kenaikan prevalensi stunting, 1 (satu) desa mengalami kenaikan yang cukup signifikasn yaitu Desa Meyambanga Timur 13.33% (tertinggi), kemudian Desa Luwoo 5.17%  dan Desa Momalia I 5.15%. selanjunya 1 (satu) desa lokus mengalami penurunan prevalensi stunting yaitu Desa Molosipat. Sedangkan desa lainnya yang mengalami penurunan prevalensi stunting yaitu Desa lion, desa Saibuah, Desa Tonala, Desa Manggada dan Desa Momalia II, 1 desa lainnya tetap. (Sumber e PPGBM).

 

 

 

 

 

Gambaran Kondisi Stunting Kecamatan Tomini

 

Grafik di atas menggambarkan kondisi stunting di Kecamatan Tomini, diketahui bahwa terjadi penurunan prevalensi stunting di Kecamatan Posigadan dari 3.57% tahun 2020 menjadi 1.42% di tahun 2021. Dari 7 (tujuh) desa yang ada diKecamatan Tomini, dari 3 (tiga) desa yang merupakan desa lokus, ada 2 (dua) desa mengalami penurunan prevalensi stunting dan 1 Desa mengalami kenaikan prevalensi dari tahun sebelumnya. Sedangkan 4 (empat) Desa lainnya 1 (satu) desa , yaitu Desa Botuliodu mengalami kenaikan dan 3 (tiga) desa mengalami penurunan stunting (Sumber PPGBM).

 

 Gambaran Kondisi Stunting Kecamatan Pinolosian

Prevalensi stunting di Kecamatan Ponolosian dapat di lihat pada grafik di atas dimana terjadi kenaikan yang signifikan yaitu 3.55% tahun 2020 naik 6.54% tahun 2021. Kecamatan Pinolosian memiliki 10 (sepuluh) desa,  dengan 3 (tiga) desa yang menjadi  locus focus tahun 2020. terdapat 2 (dua) desa yang mengalami penurunan prevalensi stunting dari tahun sebelumnya yaitu Desa Nunuk   turun menjadi  4.45%   dan Desa Kombot Timur 6.25% menjadi 3.70%  turun di banding tahun sebelumnya.  Dari 8 (delapan) Desa yang mengalami kenaikan prevalensi stunting, ada 2 (dua) desa  lokus tahun 2020 dengan kenaikan prevalensi stunting cukup tinggi yaitu Desa Linawan naik 12.61% dari 3.85% dan Desa Linawan I dari 1.49 % naik menjadi 12.84% di tahun 2021. (Sumber data e PPGBM).

 

Gambaran Kondisi Stunting Kecamatan Helumo

 

Secara umum prevalensi stunting di Kecamatan Helumo mengalami kenaikan dari 4.54% tahun 2020 naik menjadi 5.08% tahun 2021. Dari 11 (sebelas) desa di Kecamatan Helumo, diantaranya 7 (tujuh) desa yang mengalami peningkatan prevalensi stunting di tahun 2021 yaitu di Desa Duminanga, Desa Sinandaka, Desa Bakida, Desa Halabolu, Desa Motolohu, Desa Biniha Timur dan Desa Transpatoa dan 3 (tiga)) desa mengalami penurunan prevalensi stunting yaitu Desa Soputa (lokus), Desa Pangia dan Desa Biniha. Sedangkan 1 desa tidak ada kasus dri tahun sebelumnya(Sumber data e PPGBM).

 

Gambaran Kondisi Stunting Kecamatan Pinolosian Timur

Puskesmas Dumagin

 

Berdasarkan grafik di atas menggambarkan data hasil pengukuran dan entry pengukuran balita (0-59 bulan) yang dilakukan pada bulan agustus tahun 2021 menunjukkan prevalensi stunting di wilayah kerja PKM Dumagin mengalami kenaikan cukup tinggi dari  0.30% (1 baita)  tahun 2020 menjadi 2.78% (7 balita) di tahun 2021. Prevalensi stunting tertinggi ada di Desa Dumagin A dari 0 kasus tahun 2020 naik menjadi 7.14% (3 balita) di tahun 2021. 3 (tiga) Desa lainnya yang mengalami kenaikan yaitu Desa Matandoi, Desa Matandoi Selatan dari tidak adanya kasus (0)  di tahun 2020 menjadi naik di tahun 2021,  begitu juga dengan  Desa Dumagin B yang merupakan lokus focus tahun 2020  mengalami kenaikan di tahun 2021 (Sumber data e PPGBM). 

 

Puskesmas Onggunoi

 

 

Grafik di atas menggambarkan kondisi stunting di Kecamatan Pinolosian Timur (Wilayah Kerja PKM 0nggunoi), dimana mengalami kenaikan prevalensi stunting cukup tinggi  dari tahun sebelumnya 5.17% tahun 2020 menjadi 7.95% tahun 2021.  Dari 8 (delapan) desa yang ada, 7 (tujuh) desa merupakan desa lokus tahun 2020, ada  2 (desa)  lokus yang mengalami penurunan prevalensi stunting yaitu Desa Dayow turun menjadi 3.23% dan Desa Pidung 3.13%  di tahun 2021. Untuk 5 (lima) desa lokus lainnya mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu  Desa Onggunoi Induk, Desa Modisi, Desa Posilagon, Desa Iligon dan Desa Onggunoi Selatan serta 1 (satu) desa bukan lokus  yaitu Desa Perjuangan. (Sumber data e-PPGBM). 

 

Gambaran Kondisi Stunting Kecamatan Pinolosian Tengah


Sebaran prevalensi  stunting di kecamatan Pinolosian Tengah yang terlihat pada grafik di atas cenderung meningkat dari 3.41% pada tahun 2020 naik menjadi 7.18% di tahun 2021. Dari 8 (delapan) desa  yang terdapat di Kecamatan Pinolosian Tengah,  4 (empat) desa merupakan desa lokus yaitu Desa Adow, Desa Torosik, Desa Deaga dan Desa Tobayagan Selatan semua mengalami peningkatan Prevalensi stunting yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya. Prevalensi stunting tertinggi   ada  di Desa Mataindo 12.77% dan Desa Tobayagan 12.5%,  serta 2 (dua) desa lainnya yang mengalami peningktan prevalensi stunting dari tahun sebelumnya. (Sumber ePPGBM)

 

Dari 7 (tujuh) kecamatan yang ada di Bolaang Mongondow Selatan, 1 (satu) Kecamatan mengalami penurunan stunting dan 6 (enam) kecamatan mengalami kenaikan prevalensi stunting, dimana 1 (satu) kecamatan yaitu kecamatan Bolaang Uki memiliki sebaran prevalensi stunting tertinggi dengai kenaikan yang cukup signifikan dari tahun 2020 5.06% menjadi 12.06% di tahun 2021.  Factor determinan yang  terjadi sehingga prevalensi stunting di semua Kecamatan meningkat yaitu  kehamilan dan melahirkan dari ibu dengan usia kurang dari 18 tahun (ibu masih termasuk golongan usia anak) sehingga bayi lahir dengan berat lahir rendah dengan panjang badan lahir pendek, ini  bisa disebabkan oleh faktor genetik ataupun  karena kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan dari ibu yang masih remaja dan masih memerlukan asupan makanan bergizi untuk pertumbuhan ibu sendiri, sehingga pertumbuhan janin tidak optimal dan mengakibatkan bayi yang lahir memiliki panjang badan lahir yang rendah dan menjadi factor terjadinya stunting. Bayi baru lahir dengan berat lahir rendah memiliki kondisi saluran pencernaan yang belum berfungsi dengan baik dan  sudah diberikan susu formula serta makanan yang tidak mengandung zat gizi yang sesuai untuk kondisi dan kebutuhan pertumbuhan bayi BBLR akhirnya mengalami infeksi dan beresiko untuk menjadi stunting.

 

Selanjutnya dikarenakan proses penyapihan yang salah, bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif karena terlalu cepat di berikan MP-ASI (Makanan pendamping ASI). Semakin muda usia bayi, organ pencernaan secara anatomis dan fisiologis belum berfungsi sempurna  hanya dapat menampung dan mencerna sedikit makanan. Kecilnya daya cerna makanan, ditambah kandungan gizi yang tidak cukup dan kurang hygienis, membuat bayi  lebih muda dan rentan terhadap meningkatkan risiko penyakit infeksi karena MP- ASI yang diberikan tidak mudah dicerna seperti ASI. Faktor lainnya adalah  terlalu lama memberikan MP-ASI sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan balita menjadi terhambat karena kebutuhan gizi balita tidak tercukupi. Sebagian besar kasus stunting ditemukan pada keluarga dengan pekerjaan kepala keluarga yang tidak menetap dan memiliki pendapatan yang rendah, sehingga mempengaruhi pemenuhan kebutuhan serta ketersediaan makanan yang bergizi dan bevariasi untuk pertumbuhan balita seperti sumber protein, vitamin dan mineral, sehingga meningkatkan risiko kurang gizi. Kondisi ini terjadi di hampir semua wilayah kecamatan, dengan keterbatasan yang dimiliki oleh ibu hamil dan keluarga balita stunting baik itu dari segi ekonomi, pengetahuan serta kondisi tempat tinggal dan kesehatan lingkungan yang kurang sehat  menjadi pencetus meningkatnya risiko kejadian stunting pada anak balita, selain itu juga paparan asap rokok dari keluarga perokok,pola asuh dan besaran jumlah anggota keluarga yang banyak ikut andil dalam kejadian stunting.

GRAFIK Kondisi Stunting Per Desa Tahun 2020

 

 

GRAFIK Kondisi Stunting Per Desa Tahun 2021

 

Gambaran Kondisi Stunting Per Desa Berdasarkan Wilayah Kerja Puskesmas Di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tahun 2021

 Puskesmas Molibagu

 

Puskesmas Onggunoi

 

Puskesmas Momalia

 

Puskesmas Adow

 

Puskesmas Pinolosian

 

Puskesmas Duminanga

 

Puskesmas Milangodaa

 

Puskesmas Dumagin

Dari  8 (delapan) grafik  di atas, di urutkan berdasarkan  Puskesmas yang desa di wilayah kerjanya memiliki prevalensi tertinggi, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan prevalensi balita Stunting di semua Puskesmas di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Dari  8 (delapan) Puskesmas yang masuk kategori wilayah Puskesmas dengan desa yang memiliki prevalensi tertinggi, dan awalnya masuk kategori warna merah, walaupun terjadi penurunan prevalensi (3.13% – 29.14%) tidak terjadi perubahan kategori warna (masih merah) karena disebabkan oleh capaian indicator program terkait pengentasan stunting masih di bawah 100%.  Namun,  ada beberapa desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas sudah  masuk  pada kategori warna kuning, yaitu wilayah kerja Puskesmas Adow, Dumagin, Pinolosian, Momalia, Milangodaa dan Duminanga. Hal ini menunjukkan bahwa secara perlahan sebagian Desa Lokus Stunting dan bukan lokus sudah dapat menurunkan prevalensi stuntingnya.

Ada beberapa hal lain yang menyebabkan prevalensi  stunting  naik walaupun tidak banyak dan atau tidak mengalami penurunan antara lain  karena adanya pandemi covid. Semua kegiatan  tidak bisa maksimal dilaksanakan pada masa pandemic,  peningkatan level PPKM dan  zona merah sehingga terjadi  penutupan  layanan sementara beberapa Puskesmas karena petugas kesehatan positif terkena C19.

 

Adanya pelarangan kegiatan yang mengumpulkan orang banyak sehingga berdampak juga pada pelaksanaan program di lapangan. Selain hal tersebut  penyebab multifaktor lainnya  yaitu  evaluasi bersama terkait  cakupan layanan pada program kesehatan masih ada yang belum mencapai target 100%.

 

Dua hal utama yang penting untuk dilakukan dalam upaya pencegahan stunting, yaitu intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik bertujuan mengatasi penyebab langsung (kurang gizi dan penyakit), lebih banyak dilakukan oleh bidang kesehatan dan merupakan intervensi jangka pendek dengan mengelompokkan sasaran prioritas intervensi yang akan dilakukan berdasarkan konsep 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) mulai ibu hamil, ibu nifas, bayi sampai anak usia 2 tahun, sasaran pendukung mencakup wanita usia subur dan remaja.. Sedangkan intervensi sensitif untuk mngatasi penyebab tidak langsung agar terpenuhinya kecukupan pangan dan tidak terjadi infeksi, dilakukan oleh semua pihak diluar bidang kesehatan dan sebagai intervensi jangka panjang. Terkait remaja putri dan wanita usia subur, perlu menyiapkan diri baik fisik maupun mental sebagai calon pengantin dan calon ibu, agar tidak menjadi anemia ataupun kekurangan energi kronis, dimana kondisi ini akan menyebabkan anak yang dilahirkan berisiko panjang badan lahir rendah, berat lahir rendah selanjutnya beresiko untuk menjadi stunting.

 

Faktor Determinan Yang Memerlukan Perhatian

Faktor determinan yang masih menjadi kendala dalam perbaikan status gizi (stunting) balita khususnya baduta, adalah Inisiasi Menysusu Dini (IMD), Pemberian ASI Eksklusif, Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) serta anemia dan Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil dan menyusui termasuk remaja putri. Remaja Putri telah mendapatkan intervensi berupa pemberian Tablet Tambah Darah baik remaja yang ada di sekolah maupun di Posyandu Remaja. Namun,  ada sebagian remaja putri yang masih belum mau mengkonsumsi TTD secara teratur meskipun telah mendapatkannya karena kurangnya motivasi diri dan keluarga  ataupun minat remaja putri tersebut untuk megkonsumsi TTD tersebut. Pola Asuh Balita dan Pola Konsumsi Ibu hamil dan menyusui masih membutuhkan intervensi dan pembinaan.

 

Perilaku Kunci Rumah Tangga 1.000 HPK Yang Masih Bermasalah

Evaluasi terhadap perilaku kunci Rumah Tangga 1000 HPK antara lain terkait dengan pola pengasuhan terhadap Bayi dan Balita yang belum sesuai standar  dalam pemberian makan bayi dan anak masih belum sesuai anjuran PMBA,  terutama pada pengenalan pertama MP-ASI yang masih memberikan MP-ASI pabrikan sperti SUN, Milna dan lain lain. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang masih membutuhkan intervensi dan pembinaan.  Cara mengatasi permasalahan stunting dapat dilakukan berbagai upaya antara lain dengan memperbaiki gizi ibu hamil seperti pemberian makanan tambahan terutama bagi ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), memberikan Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil, melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) bagi bayi baru lahir, pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif bagi bayi, pemberian MP-ASI bagi bayi mulai usia 6 bulan, pemberian vitamin A, pemenuhan imunisasi dasar lengkap, pemantauan tumbuh kembang Balita, meningkatkan akses sanitasi dan melakukan upaya promosi bagi keluarga untuk menggiatkan Perilaku Hidup Bersih (PHBS) di rumah tangga. Perlu strategi dan langkah langkah yang tepat di masa pandemi ini dalam prioritas peningkatan kualitas pelayanan, karena tidak bisa dipungkiri selama pandemi berpengaruh terhadap pelayanan bagi sasaran. Oleh sebab itu pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa bersama Dinas Kesehatan dan OPD terkait bekerja sama untuk membantu optimalisasi implementasi intervensi yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan dan penurunan stunting.

 

Kelompok Sasaran Berisiko

Kelompok beresiko yang perlu mendapatkan perhatian antara lain remaja putri, calon pengantin, wanita usia subur, Ibu hamil, ibu menyusui, bayi baru lahir dan anak usia bawah dua tahun (Baduta). Remaja Putri perlu disiapkan untuk menjadi calon pengantin pada usia idealnya, sehingga saat hamil dapat menjadi ibu hamil yang sehat dan berperilaku sehat, sehingga bayi yang dikandung pun dapat lahir dengan selamat, sehat dan cerdas. Bayi yang telah dilahirkan tersebut berhak untuk mendapatkan IMD, ASI eksklusif serta pemberian makanan pendamping asi yang sesuai dengan kebutuhan usianya untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut sehingg diharapkan anak tersebut dapat menjadi anak yang sehat dan cerdas dan dapat meningkatkan IPM di masa depan.

 

Meskipun ada  penurunan jumlah kasus di Kabupaten Bupati Bolaang Mongondow Selatan masih mengalami masalah gizi kronis (kekurangan zat gizi dalam waktu lama), yang dimulai sejak anak dalam kandungan (janin) sampai bayi berusia 2 tahun.  Masalah ini akan  menjadi masalah besar bila tidak segera ditangani. Untuk itu Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan sangat mengharapkan dukungan dari berbagai lintas sector/swasta dan masyarakat dalam upaya percepatan penurunan stunting di Kabupaten melalui Aksi Konvergensi Pencegahan Stunting. Peran aktif dari Pemerintah Kecamatan, Desa dan PKK sangat di harapkan untuk mendukung dan berpartisipasi aktif dalam intervensi pencegahan dan penanganan stunting dengan berdsarkan pada kondisi permasalahan yang terjadi di masing-masing Desa.

 

Aspriadi Paputungan